Orang yang bisa membuat semua hal yang sulit menjadi mudah dipahami, yang rumit menjadi mudah dimengerti, atau yang sukar menjadi mudah dilakukan, itulah pendidik yang sejati.

Selamat hari pendidikan nasional 2 Mei

Perundang-undangan dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)

Posted by

Perundang-undangan dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
pada Central Park Mediterania Garden Residences
1.            Undang-undang  Aturan Hukum Amdal
Peraturan menteri negara lingkungkungan hidup nomor 11 tahun 2006 tentang jenis rencana usaha yang wajib dilengkapi dengan analisis dampak lingkungan hidup
Menteri negara lingkungan hidup.
Menimbang     : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 3 ayat (2) peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup telah di tetapkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor 17 tahun 2001 tentang jenis usaha dan kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis dampak lingkungan hidup.
a)             UU Lingkungan  Hidup
Pada 11 Maret 1982, diundangkan sebuah produk hukum mengenai pengelolaan lingkungan, dengan nama Undang-Undang No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, sering disingkat dengan UUPLH. Dengan hadirnya UU Lingkungan ini, terbukalah lembaran baru bagi kebijaksanaan lingkungan hidup di Indonesia, guna terciptanya pengendalian kondisi lingkungan yang memiliki harmoni yang baik dengan dimensi-dimensi pembangunan.
UU No 4 Tahun 1982, mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian, UU ini berfungsi sebagai ketentuan payung (umbrella provision) bagi peraturan perundangan lingkungan hidup lainnya, termasuk pula menjadi dasar dan landasan bagi pembaruan hukum dan penyesuaian peraturan-peraturan perundangan yang sudah lama (Danusaputro, 1982:25).
Kemudian, dengan banyaknya pekembangan mengenai konsep dan pemikiran mengenai masalah lingkungan, dengan mengingat hasil-hasil yang dicapai masyarakat dunia melalui KTT Rio tahun 1992, dirasakan UU No 4 Tahun 1982 sudah tidak banyak iagi menjangkau perkembangan-perkembangan yang ada, sehingga perlu ditinjau dengan membuat penggantinya. Untuk itulah lima tahun kemudian setelah berlangsungnya KTT Rio, dibuat UUPLH yang baru sebagai pengganti UU No 4 Tahun 1982, yakni UU No 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, diundangkan tanggal 19 September 1997 melalui Lembaran Negara No 68 Tahun 1997.
UUPLH baru atau UU No 23 Tahun 1997 memuat berbagai pengaturan sebagai respons terhadap berbagai kebutuhan yang berkembang yang tidak mampu diatasi melalui UU No 4 Tahun 1982. Demikian juga UU baru ini dimaksudkan untuk menyerap nilai-nilai yang bersifat keterbukaan, paradigma pengawasan masyarakat asas pengelolaan dan kekuasaan Negara berbasis kepentingan publik (bottom-up), akses publik terhadap manfaat sumber daya alam, dan keadilan lingkungan (environmental justice).
UUPLH menjadi dasar bagi semua pengelolaan lingkungan. Dengan demikian berbagai pengaturan mengenai pengelolaan lingkungan, mengacu kepada UUPLH. Permasalahannya, bagaimana dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis yang telah ada UU-nya tersendiri. Misalnya di bidang pertanahan ada UUPA No. 5 Tahun 1960, di bidang air ada UU No. 7 Tahun 2004, di bidang penataan ruang ada UU No. 26 Tahun 2007, di bidang kehutanan, ada UU No. 41 Tahun 1999, dan lain-lain.
Semua peraturan perundang-undangan tersebut harus memiliki sinkronisasi dan tidak tumpang tindih. Pada legislali nasional telah mencegah keadaan tumpang tindih berdasarkan UU no. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun apabila masih tetap terjadi keadaan-keadaan seperti kesenjangan peraturan, tumpang tindih, penafsiran ganda, dan lain-lain. Dapat diatasi dengan berpedoman kepada asas-asas:
1. Lex specialis derogat legi generalis, yakni mengutamakan undang undang khusus
2. Lex superiors derogat legi inferiors, dengan mengutamakan UU/ Peraturan yang lebih tinggi;
3. Lex posteriori derogat legi priori, yakni menggunakan UU/Ketentuan yang lebih baru dan mengenyampingkan UU/Ketentuan yang terdahulu.
UU No 23 Tabun 1997, memang belum berperan maksimal sebagai dasar menangani masalah lingkungan dalam hubungannya dengan pembangunan. Demikian pula dengan konsep-konsep yang dicapai dalam Deklarasi Rio, belum banyak yang diserap sebagai instrumen hukum dan kebijakan menata lingkungan. Namun dari segi landasan hukum, UU ini dapat dikatakan sudah cukup lebih baik dari UU sebelumnya.
Berbagai aspek penanganan lingkungan di Indonesia masih terus dilakukan. Penanganannya terutama dengan pelaksanaan prinsip-prinsip UUPLH, di samping mengimplementasikan perkembangan-perkembangan yang bersifat global, seperti hasil-hasil KTT Rio 1992, KTT Johannesburg 2002, dan berbagai konvensi internasional mengenai aspek lingkungan. Ratifikasi telah dilakukan atas berbagai konvensi internasional, baik yang dihasilkan oleh KTT Rio maupun konvensi lain, sebagai langkah untuk memudahkan pelaksanaan kebijakan lingkungan di Indonesia. Agenda 21 KTT Rio sudah diimplementasikan dalam Agenda 21 Indonesia atau Agenda 21 Nasional sebagai sarana inspirasi pada rencana pembangunan. Agenda 21 Nasional kemudian diimplementasi pada Agenda 21 Propinsi dan Agenda 21 Kabupaten/Kota yang mencakup semua bidang untuk dikerangkakan kepada perencanaan daerah masing-masing.
b)             Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan :
Satu lagi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang diterbitkan pada tahun 2012, yaitu peraturan teknis terkait terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan. Peraturan ini mengatur tentang tata cara pelibatan masyarakat dalam proses AMDAL, dimulai dari pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan yang saat ini hanya dilakukan 10 (sepuluh) hari, masyarakat mana saja yang dilibatkan dalam proses AMDAL, penunjukkan wakil masyarakat yang terlibat dalam keanggotan Komisi Penilai AMDAL, dan pelaksanaan konsultasi publik.Selain itu peraturan ini juga mengatur peran masyarakat dalam proses penerbitan izin lingkungan, dimana dalam penerbitan izin lingkungan diatur adanya pengumumam pada saat permohonan dan pesertujuan izin lingkungan.Dengan terbitnya PermenLH Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan, maka Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL dinayatakan dicabut dan tidak berlaku.
c)                  P.P ( 2012 )
            Pada 23 Februari 2012, ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP 27/2012). PP ini diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48 dan Tambahan Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 5285. PP 27/2012 disusun sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009), khususnya ketentuan dalam Pasal 33 dan Pasal 41. PP 27/2012 mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen kajian lingkungan hidup (dalam bentuk amdal dan UKL-UPL) serta instrumen Izin Lingkungan. Penggabungan substansi tentang amdal dan izin lingkungan dalam PP ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan merupakan satu kesatuan. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA menegaskan, “PP ini pertanda bahwa implementasi UU 32/2009 akan semakin terlaksana dengan lebih baik. Walaupun baru satu PP turunan UU 32/2009 yang dapat diterbitkan, namun PP ini sangat berkekuatan (Powerful) untuk menjaga lingkungan hidup kita. PP ini meletakkan kelayakan lingkungan sebagai dasar izin lingkungan sehingga enforceable dengan sanksi yang jelas dan tegas”.
            Dalam PP 27/2012 mengatur hubungan (interface) antara izin lingkungan dengan proses pengawasan dan penegakan hukum. Pasal 71 dalam PP 27 Tahun 2012 memberikan ruang yang jelas mengenai pengenaan sanksi atas pemegang izin lingkungan yang melanggar kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa sasaran dari terbitnya PP 27 Tahun 2012 ini adalah terlindungi dan terkelolanya lingkungan hidup sedangkan sasaran mikro dari terbitnya peraturan ini adalah memberi dasar hukum yang jelas atas penerapan instrument izin lingkungan dan memberikan beberapa perbaikan atas penerapan instrument amdal dan UKL-UPL (kajian lingkungan hidup) di Indonesia.
            Kewajiban pemegang izin lingkungan juga adalah menaati persyaratan dan kewajiban yang akan tercantum dalam izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Izin PPLH). Izin PPLH diterbitkan pada tahap operasional sedangkan Izin Lingkungan adalah pada tahap perencanaan. IZIN PPLH antara lain adalah: izin pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) dan izin pembuangan air limbah ke laut (Penjelasan Pasal 48 ayat (2) PP 27/2012).
            PP 27/2012 merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 Tentang Amdal dengan penambahan berbagai pengaturan dan ketentuan perihal izin lingkungan. Ada dua prinsip dalam upaya penyusunan PP Izin Lingkungan ini, yaitu lebih sederhana yang tidak menciptakan proses birokrasi baru dan implementatif. Balthasar Kambuaya menambahkan, “PP 27/2012 ini juga mengamanatkan proses penilaian amdal yang lebih cepat, yaitu 125 hari dari 180 hari. Dengan begitu akan terjadi efisiensi sumber daya, baik waktu, biaya dan tenaga, yang tentunya tanpa mengurangi kualitasnya.” Langkah maju ini adalah pengaturan
            bahwa total jangka waktu penilaian amdal sejak diterimanya dokumen amdal dalam status telah lengkap secara administrasi adalah sekitar 125 hari kerja, tidak termasuk lama waktu perbaikan dokumen. Jangka waktu 125 hari kerja tersebut adalah langkah maju karena di PP 27 Tahun 1999, total jangka waktu penilaian amdal adalah sekitar 180 hari kerja.Salah satu hal yang juga penting dalam PP ini adalah semakin besarnya ruang bagi keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat terkena dampak dalam hal penentuan keputusan mengenai layak tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut. Permohonan izin lingkungan dan penerbitan izin lingkungan harus diumumkan 3 kali dalam tahap perencanaan (sebelumnya dalam PP  27/1999hanya mewajibkan satu kali pengumuman saja yaitu pada tahap sebelum menyusun kerangka acuan (KA) Andal). Dengan begitu, masyarakat akan mampu berpartisipasi aktif dan memberikan saran atas setiap rencana usaha dan/atau kegiatan di daerahnya.
            Hal positif lainnya dalam PP 27 Tahun 2012 ini adalah dengan diberikannya pengaturan yang tegas, bahwa PNS di instansi lingkungan hidup, dilarang menyusun amdal maupun UKL-UPL. Ketentuan ini dirancang sebagai upaya untuk menjaga akuntabilitas amdal maupun UKL-UPL sebagai kajian ilmiah yang harus bersih dari segala bentuk intervensi kepentingan kelompok atau golongan. Pada akhir pernyataannya, Menteri Negara Lingkungan Hidup mengatakan,”PP ini akan mengubah secara dramatis tatanan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Akan terjadi perubahan mindset dari seluruh pemangku kepentingan.” Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Lebih Cepat, Lebih Tegas dan Aspiratif melibatkan banyak pihak.
PERATURAN PEMERINTAH PELAKSANAAN PP IZIN LINGKUNGAN
No
Pasal
Bunyi Pasal
1
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatur dengan Peraturan Menteri.
2
Pasal 9
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal diatur dengan Peraturan Menteri.
3
Pasal 10
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan untuk mendirikan lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
4
Pasal 13
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian untuk Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
5
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan UKL-UPL diatur dengan Peraturan Menteri.
6
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Kerangka Acuan diatur dengan Peraturan Menteri.
7
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata  cara penilaian Andal dan RKL-RPL diatur dengan Peraturan Menteri.
8
Pasal 50
(8)  Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara perubahan  Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup, perubahan  Rekomendasi UKL-UPL, dan penerbitan perubahan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
9
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  47 sampai dengan Pasal 51 diatur dengan Peraturan Menteri.
10
Pasal 58
(2)  Ketentuan mengenai persyaratan dan tata  cara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
11
Pasal 67
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata  cara pembinaan dan evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal  64 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan Peraturan Menteri.

2.             AMDAL ( Analisis dampak mengenai lingkungan )
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama kali dicetuskan berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat pasal 16 tersebut diundangkan pada tanggal 5 Juni 1986 suatu Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).Peraturan pemerintah (PP) No.29/ 1986 tersebut berlaku pada tanggal 5 Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah di tetapkan.
 Hal tersbut diperlukan karena masih perlu waktu untuk menyusun kriteria dampak terhadap lingkungan sosial mengingat definisi lingkungan yang menganut paham holistik yaitu tidak saja mengenai lingkungan fissik/kimia saja namun meliputi pula lingkungan sosial.
Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut dalam deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986 diganti dengan PP No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara untuk mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir penetapan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan demikian tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL). Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL , RKL, dan RPL di buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat diperpendek. Dalam perubahan tersebut di introdusir pula
pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) ditetapkan oleh Menteri Sektoral yang berdasarkan format yang di tentukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Demikian pula wewenang menyusun AMDAL disederhanakan dan dihapuskannya dewan kualifikasi dan ujian negara.
Dengan ditetapkannya Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maka PP No.51/1993 perlu diganti dengan PP No.27/1999 yang di undangkan pada tanggal 7 Mei 1999, yang efektif berlaku 18 bulan kemudian. Perubahan besar yang terdapat dalam PP No.27 / 19999 adalah di hapuskannya semua Komisi AMDAL Pusat  dan diganti dengan satu Komisi Penilai Pusat yang ada di Bapedal. Didaerah yaitu provinsi mempunyai Komisi Penilai Daerah. Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohohan  ijin yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal yang lebih di tekankan dalam PP No.27/1999 adalah keterbukaan informasi dan masyarakat. Implementasi AMDAL sangat perlu di sosialisasikan tidak hanya kepada masyarakat namu perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena semua tahu bahwa proses pembangunan di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya.
Keputusan tidak layak lingkungan harus diikuti oleh instansi yang berwenang menerbitkan ijin usaha. Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang berwenang tersebut dapat menjadi obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah saatnya sistem hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada masyarakat umum , tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak melaksanakan perintah Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi pidana. Prosedur penyusunan AMDAL
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.

Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)


Pendekatan Studi AMDAL
Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL  Kegiatan Dalam Kawasan


Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator pelaksana) harus bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota penyusun lainnya adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan bidang kegiatan yang di studi.
Peran serta masyarakat
Semua kegiatan dan /atau usaha yang wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib mengumumkan terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL. Yaitu pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08 tahun 2000 tentang Keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Dalam jangka waktu 30 hari sejak diumumkan , masyarakat berhak memberikan saran, pendapat dan tanggapan. Dalam proses pembuatan AMDAL peran masyarakat tetap diperlukan . Dengan dipertimbangkannya dan dikajinya saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dalam studi AMDAL. Pada proses penilaian AMDAL dalam KOMISI PENILAI AMDAL  maka saran, pendapat dan tanggapan masyarakat akan menjadi dasar pertimbangan penetapan kelayakan lingkungan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh Komisi Penilaian AMDAL Pusat yang berkedudukan di BAPEDAL untuk  menilai dokumen AMDAL dari usaha dan/atau kegiatan yang bersifat trategis, lokasinya melebihi satu propinsi, berada di wilayah sengketa, berada di ruang lautan, dan/ atau lokasinya dilintas batas negara RI dengan negara lain.
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan untuk beberapa dokumen dan meliputi penilaian terhadap kelengkapan administrasi dan isi dokumen. Dokumen yang di nilai adalah meliputi:    
1.Penilaian dokumen Kerangka Acuan (KA)
2.Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, yang terdiri dari:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Pelaksanaan studi
e.Daftar pustaka dan lampiran

Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, meliputi:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Rencana usaha dan /atau kegiatan
e.Rona lingkungan awal
f.Prakiraan dampak penting
g.Evaluasi dampak penting
h.Daftar pustaka dan lampiran


Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), meliputi:
1.Lingkup RKL
2.Pendekatan RKL
3.Kedalaman RKL
4.Rencana pelaksanaan RKL
5.Daftar pustaka dan lampiran


Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), meliputi:
1.Lingkup RPL
2.Pendekatan RPL
3.Rencana pelaksanaan RPL
4.Daftar pustaka dan lampiran.


KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
(AMDAL) KABUPATEN/ KOTA. 
Komisi tersebut di bentuk oleh Bupati/ Walikota. Tugas komisi penilai adalah menilai KA, ANDAL, RKL, dan RPL. Dalam melaksanakan tugasnya komisi penilai dibantu oleh tim teknis komisi penilai dan sekretaris komisi penilai.
Susunan keanggotaan komisi penilai terdiri dari ketua biasanya dijabat oleh Ketua Dapedalda Kabupaten/Kota, sekretaris yang dijabat oleh salah seorang pejabat yang menangani masalah AMDAL. Sedangkan anggotanya terdiri dari wakil Bapeda, instansi yang bertugas mengendalikan dampak lingkungan, instasi bidang penanaman modal, instansi bidang pertanahan, instansi bidang pertahanan, instansi bidang kesehatan, instansi yang terkait dengan lingkungan kegiatan, dan anggota lain yang di anggap perlu.
Secara garis besar komisi penilai AMDAL dapat terdiri dari unsur-unsur (1) unsur pemerintah;(2) wakil masyarakat terkena dampak; (3) perguruan tinggi; (4) Pakar dan (5) organisasi lingkungan.
Ada semacam kerancuan dalam kebijakan AMDAL dimana dokumen tersebut ditempatkan sebagai sebuah studi kelayakan ilmiah di bidang lingkungan hidup yang menjadi alat bantu bagi pengambilan keputusan dalam pembangunan. Namun demikian komisi penilai yang bertugas menilai AMDAL beranggotakan mayoritas wakil dari instansi pemerintah yang mencermikan heavy bureaucracy , dan wakil-wakil yang melakukan advokasi . Dari komposisi yang ada dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut (1) keputusan kelayakan lingkungan di dominasi oleh suara suara yang didasarkan pada kepentingan birokrasi; (2).wakil masyarakat maupun LSM sebagai kekuatan counter balance dapat dengan mudah terkooptasi (captured or coopted)  karena berbagai faktor;
(3) keputusan cukup sulit untuk dicapai karena yang mendominasi adalah bukan pertimbangan ilmiah obyektif akan tetapi kepentingan pemerintah atau kepentingan masyarakat/ LSM secara sepihak .
Sebagai seorang pengusaha atau investor , kemana dia harus berkonsultasi jika mereka akan melaksanakan studi AMDAL ?. Sebaiknya konsultasi dapat dilakukan di 3 (tiga) komisi penilai AMDAL, yaitu:
1.    Komisi Penilai AMDAL Pusat
2.    Komisi Penilai AMDAL Propinsi
3.    Komisi AMDAL Kabupaten/ Kota. Tergantung dari jenis rencana kegiatan yang akan di studi AMDAL nya.

EVALUASI PROSES PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Proses dan prosedur penilaian AMDAL secara umum cukup baik yang ditandai dengan singkatnya waktu penilaian , memang waktu penilaian sangat tergantung dari kualitas KA dan dokumen AMDAL nya sendiri.
Kemampuan teknis dan obyektifitas dari penilaian
Anggota komisi penilai yang telah memiliki sertifikat kursus AMDAL A, B, dan C cukup baik secara teknis dan obyektif, lebih profesional serta anggota penilai yang pernah melakukan penyusunan AMDAL walaupun jumlahnya relatif tidak banyak. Anggota komisi penilai yang berasal dari institusi sektoral atau dari pemerintah daerah (bukan dari tim penilai tetap) sering belum banyak menguasai mengenai AMDAL. Penilaian oleh LSM dan wakil dari masyarakat kadang-kadang kurang obyektif. Tim teknis yang ikut duduk di dalam komisi penilai perlu lebih memahami peran bidangnya dalam AMDAL.
Evaluasi keterlibatan masyarakat.
Usaha melibatkan masyarakat dalam penilaian AMDAL cukup memadai dengan dilibatkannya LSM lokal dan Pemerintah daerah (Bappeda), dan tokoh masyarakat.

AMDAL DAN EKONOMI KERAKYATAN
Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan, maka akan didapatkan hasil yang optimal dan akan berpengaruh terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa demikian? Dalam masa otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah menganut paradigma baru , antara lain:
1.    Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari sistem penyangga kehidupan masyarakat, seterusnya masyarakat merupakan sumber daya pembangunan  bagi daerah.
2.    Kesejahteraan masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah.
Dengan demikian maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas pemerintah daerah seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut dibawah ini:
1.    Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan kewajiban
2.    Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3.    Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan
4.    Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara konsisten.
5.    Pemda memberikan jaminan kepastian usaha
6.    Pemda menetapkan sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan sumberdaya pendapatan

KEBERHASILAN IMPLEMENTASI AMDAL DI DAERAH.

Sebagai syarat keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah:
1.Melaksanakan peraturan/ perundang-undangan yang ada
Contoh:
Sebelum pembuatan dokumen AMDAL pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan Kepala Bapedal 8 tahun/ 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yaitu harus melaksanakan konsultasi masyarakat sebelum pembuatan KA. Apabila konsultasi masyarakat berjalan dengan baik dan lancar, maka pelaksanaan AMDAL serta implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik dan lancar pula. Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan fisik/ kimia, sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga masyarakat terbebas dari dampak negatip dari kegiatan dan masyarakat akan sehat serta perekonomian akan bangkit.
2.Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu.
Apabila implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL akan baik pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan meminimalkan dampak negatip dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan meningkatkan status kesehatan, penghasilan masyarakat meningkat dan masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak industri dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu terbebas dari tuntutan hukum     ( karena tidak mencemari lingkungan ) dan terbebas pula dari tuntutan masyarakat  ( karena masyarakat merasa tidak dirugikan ). Hal tersebut akan lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat di sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.
1.                  Analisis hasil survei terhadap dampak lingkungan
Pengamatan: lingkungan sekitar Central Park dan Apartement Mediterania
Berdasarkan survey yang kami lakukan terhadap warga setempat ternyata sebelum adanya central park dan apartement, lingkungan mereka tidak mengalami banjir. Banjir disebabkan posisi central park dan apartement jauh lebih tinggi dibandingan dengan lingkungan warga sehingga lingkungan warga lebih rendah. Ketika hujan aliran air justru mengarah ke rumah warga yang berada di samping atau di belakang bangunan tersebut. Banyak warga setempat yang mengutarakan kekeluhannya akibat dampak lingkungan tersebut diantaranya banjir dan berkurangnya jumlah pasokan air. Sebelum adanya bangunan tersebut lingkungan sekitar dipenuhi dengan kesejukan tanaman pohon-pohonan sehingga adanya resapan air yg dapat menampung banjir.setelah bangunan tersebut didirikan resapan air justru berkurang karena pohon-pohon disekitarnya di potong habis untuk menjadi lahan bangunan.
Solusi terhadap permasalahan menurut kelompok kami adalah: harus dibuatkan resapan air yang lebih banyak lagi agar tidak banjir dan lahan-lahan yang masih kosong untuk tidak didirikan bangunan. Merubah letak bangunan tidak mungkin terjadi, tetapi harus di lakukan sosialisasi terhadap warga setempat. Letak permasalahanya sebenarnya ketika bangunan itu belum didirikan, pihak pengembang harus betul-betul mengetahui kontur tanah seperti apa dan warga setempat harus diajak dialog mengenai hal ini ternyata tidak ada.
Kesimpulannya adalah akibat dampak didirikan central park dan apartement warga sekitar mengalami banjir yg disebabkan kontur tanah warga menjadi rendah sedangkan kontur tanah bangunan tersebut lebih tinggi dan aliran air ketika hujan justru mengarah ke lingkungan warga padahal drainase disekitarnya kecil yang tidak dapat menampung air banjir dan dapat meluap seketika.
2.             Analisis hasil survei terhadap dampak lingkungan
Pengamatan: lingkungan sekitar Central Park dan Apartement Mediterania jalan letjen s.parman kav.28 kelurahan tanjung duren kode pos 11470 kecamatan grogol petamburan kotamadya, Jakarta barat
Berdasarkan survey yang kami lakukan terhadap warga setempat ternyata sebelum adanya central park dan apartement, lingkungan mereka tidak mengalami banjir. Banjir disebabkan posisi central park dan apartement jauh lebih tinggi dibandingan dengan lingkungan warga sehingga lingkungan warga lebih rendah. Ketika hujan aliran air justru mengarah ke rumah warga yang berada di samping atau di belakang bangunan tersebut. Banyak warga setempat yang mengutarakan kekeluhannya akibat dampak lingkungan tersebut diantaranya banjir dan berkurangnya jumlah pasokan air.Sebelum adanya bangunan tersebut lingkungan sekitar dipenuhi dengan kesejukan tanaman pohon-pohonan sehingga adanya resapan air yg dapat menampung banjir.setelah bangunan tersebut didirikan resapan air justru berkurang karena pohon-pohon disekitarnya di potong habis untuk menjadi lahan bangunan.
Solusi terhadap permasalahan menurut kelompok kami adalah: harus dibuatkan resapan air yang lebih banyak lagi agar tidak banjir dan lahan-lahan yang masih kosong untuk tidak didirikan bangunan. Merubah letak bangunan tidak mungkin terjadi, tetapi harus di lakukan sosialisasi terhadap warga setempat. Letak permasalahanya sebenarnya ketika bangunan itu belum didirikan, pihak pengembang harus betul-betul mengetahui kontur tanah seperti apa dan warga setempat harus diajak dialog mengenai hal ini ternyata tidak ada.
Kesimpulannya adalah akibat dampak didirikan central park dan apartement warga sekitar mengalami banjir yg disebabkan kontur tanah warga menjadi rendah sedangkan kontur tanah bangunan tersebut lebih tinggi dan aliran air ketika hujan justru mengarah ke lingkungan warga padahal drainase disekitarnya kecil yang tidak dapat menampung air banjir dan dapat meluap seketika.


Blog, Updated at: 06:13

2 comments:

Disarankan berkomentar menggunakan OpenID. Komentar SPAM dan SPAMMY (menyertakan link hidup) otomatis tidak akan muncul.

Dapatkan Update Terbaru

Subscribe via Email

Like This!!!