Perundang-undangan
dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
pada Central Park Mediterania Garden Residences

Peraturan menteri negara lingkungkungan
hidup nomor 11 tahun 2006 tentang jenis rencana usaha yang wajib dilengkapi
dengan analisis dampak lingkungan hidup
Menteri negara lingkungan hidup.
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 3 ayat (2) peraturan
pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan
hidup telah di tetapkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor 17
tahun 2001 tentang jenis usaha dan kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
analisis dampak lingkungan hidup.
a)
UU Lingkungan Hidup
Pada
11 Maret 1982, diundangkan sebuah produk hukum mengenai pengelolaan lingkungan,
dengan nama Undang-Undang No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, sering disingkat dengan UUPLH. Dengan hadirnya UU
Lingkungan ini, terbukalah lembaran baru bagi kebijaksanaan lingkungan hidup di
Indonesia, guna terciptanya pengendalian kondisi lingkungan yang memiliki
harmoni yang baik dengan dimensi-dimensi pembangunan.
UU
No 4 Tahun 1982, mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi
peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian, UU ini berfungsi sebagai ketentuan
payung (umbrella provision) bagi peraturan perundangan lingkungan hidup
lainnya, termasuk pula menjadi dasar dan landasan bagi pembaruan hukum dan
penyesuaian peraturan-peraturan perundangan yang sudah lama (Danusaputro,
1982:25).
Kemudian,
dengan banyaknya pekembangan mengenai konsep dan pemikiran mengenai masalah
lingkungan, dengan mengingat hasil-hasil yang dicapai masyarakat dunia melalui
KTT Rio tahun 1992, dirasakan UU No 4 Tahun 1982 sudah tidak banyak iagi
menjangkau perkembangan-perkembangan yang ada, sehingga perlu ditinjau dengan
membuat penggantinya. Untuk itulah lima tahun kemudian setelah berlangsungnya
KTT Rio, dibuat UUPLH yang baru sebagai pengganti UU No 4 Tahun 1982, yakni UU
No 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, diundangkan tanggal 19
September 1997 melalui Lembaran Negara No 68 Tahun 1997.
UUPLH
baru atau UU No 23 Tahun 1997 memuat berbagai pengaturan sebagai respons
terhadap berbagai kebutuhan yang berkembang yang tidak mampu diatasi melalui UU
No 4 Tahun 1982. Demikian juga UU baru ini dimaksudkan untuk menyerap
nilai-nilai yang bersifat keterbukaan, paradigma pengawasan masyarakat asas
pengelolaan dan kekuasaan Negara berbasis kepentingan publik (bottom-up), akses
publik terhadap manfaat sumber daya alam, dan keadilan lingkungan
(environmental justice).
UUPLH
menjadi dasar bagi semua pengelolaan lingkungan. Dengan demikian berbagai
pengaturan mengenai pengelolaan lingkungan, mengacu kepada UUPLH. Permasalahannya,
bagaimana dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis yang telah
ada UU-nya tersendiri. Misalnya di bidang pertanahan ada UUPA No. 5 Tahun 1960,
di bidang air ada UU No. 7 Tahun 2004, di bidang penataan ruang ada UU No. 26
Tahun 2007, di bidang kehutanan, ada UU No. 41 Tahun 1999, dan lain-lain.
Semua
peraturan perundang-undangan tersebut harus memiliki sinkronisasi dan tidak
tumpang tindih. Pada legislali nasional telah mencegah keadaan tumpang tindih
berdasarkan UU no. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan. Namun apabila masih tetap terjadi keadaan-keadaan seperti
kesenjangan peraturan, tumpang tindih, penafsiran ganda, dan lain-lain. Dapat
diatasi dengan berpedoman kepada asas-asas:
1. Lex specialis
derogat legi generalis, yakni mengutamakan undang undang khusus
2.
Lex superiors derogat legi inferiors, dengan mengutamakan UU/ Peraturan yang
lebih tinggi;
3.
Lex posteriori derogat legi priori, yakni menggunakan UU/Ketentuan yang lebih
baru dan mengenyampingkan UU/Ketentuan yang terdahulu.
UU
No 23 Tabun 1997, memang belum berperan maksimal sebagai dasar menangani
masalah lingkungan dalam hubungannya dengan pembangunan. Demikian pula dengan
konsep-konsep yang dicapai dalam Deklarasi Rio, belum banyak yang diserap
sebagai instrumen hukum dan kebijakan menata lingkungan. Namun dari segi
landasan hukum, UU ini dapat dikatakan sudah cukup lebih baik dari UU
sebelumnya.
Berbagai
aspek penanganan lingkungan di Indonesia masih terus dilakukan. Penanganannya
terutama dengan pelaksanaan prinsip-prinsip UUPLH, di samping
mengimplementasikan perkembangan-perkembangan yang bersifat global, seperti
hasil-hasil KTT Rio 1992, KTT Johannesburg 2002, dan berbagai konvensi
internasional mengenai aspek lingkungan. Ratifikasi telah dilakukan atas
berbagai konvensi internasional, baik yang dihasilkan oleh KTT Rio maupun
konvensi lain, sebagai langkah untuk memudahkan pelaksanaan kebijakan
lingkungan di Indonesia. Agenda 21 KTT Rio sudah diimplementasikan dalam Agenda
21 Indonesia atau Agenda 21 Nasional sebagai sarana inspirasi pada rencana
pembangunan. Agenda 21 Nasional kemudian diimplementasi pada Agenda 21 Propinsi
dan Agenda 21 Kabupaten/Kota yang mencakup semua bidang untuk dikerangkakan
kepada perencanaan daerah masing-masing.
b)
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Keterlibatan
Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan :
Satu lagi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
yang diterbitkan pada tahun 2012, yaitu peraturan teknis terkait terbitnya PP
Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.Peraturan tersebut adalah Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan
Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan. Peraturan ini mengatur tentang
tata cara pelibatan masyarakat dalam proses AMDAL, dimulai dari pengumuman
rencana usaha dan/atau kegiatan yang saat ini hanya dilakukan 10 (sepuluh)
hari, masyarakat mana saja yang dilibatkan dalam proses
AMDAL, penunjukkan wakil masyarakat yang terlibat dalam keanggotan Komisi
Penilai AMDAL, dan pelaksanaan konsultasi publik.Selain itu peraturan ini juga
mengatur peran masyarakat dalam proses penerbitan izin lingkungan, dimana dalam
penerbitan izin lingkungan diatur adanya pengumumam pada saat permohonan dan
pesertujuan izin lingkungan.Dengan terbitnya PermenLH Nomor 17 Tahun 2012
tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan, maka
Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat
dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL dinayatakan dicabut dan tidak
berlaku.
c)
P.P ( 2012 )
Pada 23 Februari 2012, ditetapkan
dan diundangkan Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (PP 27/2012). PP ini diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 48 dan Tambahan Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor
5285. PP 27/2012 disusun sebagai pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009),
khususnya ketentuan dalam Pasal 33 dan Pasal 41. PP 27/2012 mengatur dua
instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen kajian
lingkungan hidup (dalam bentuk amdal dan UKL-UPL) serta instrumen Izin
Lingkungan. Penggabungan substansi tentang amdal dan izin lingkungan dalam PP
ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan
merupakan satu kesatuan. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar
Kambuaya, MBA menegaskan, “PP ini pertanda bahwa implementasi UU 32/2009 akan
semakin terlaksana dengan lebih baik. Walaupun baru satu PP turunan UU 32/2009
yang dapat diterbitkan, namun PP ini sangat berkekuatan (Powerful) untuk
menjaga lingkungan hidup kita. PP ini meletakkan kelayakan lingkungan sebagai
dasar izin lingkungan sehingga enforceable dengan sanksi yang jelas dan tegas”.
Dalam PP 27/2012 mengatur hubungan
(interface) antara izin lingkungan dengan proses pengawasan dan penegakan
hukum. Pasal 71 dalam PP 27 Tahun 2012 memberikan ruang yang jelas mengenai
pengenaan sanksi atas pemegang izin lingkungan yang melanggar kewajibannya
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa
sasaran dari terbitnya PP 27 Tahun 2012 ini adalah terlindungi dan terkelolanya
lingkungan hidup sedangkan sasaran mikro dari terbitnya peraturan ini adalah
memberi dasar hukum yang jelas atas penerapan instrument izin lingkungan dan
memberikan beberapa perbaikan atas penerapan instrument amdal dan UKL-UPL
(kajian lingkungan hidup) di Indonesia.
Kewajiban pemegang izin lingkungan
juga adalah menaati persyaratan dan kewajiban yang akan tercantum dalam izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Izin PPLH). Izin PPLH
diterbitkan pada tahap operasional sedangkan Izin Lingkungan adalah pada tahap
perencanaan. IZIN PPLH antara lain adalah: izin pembuangan limbah cair, izin
pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin dalam pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) dan izin pembuangan air limbah ke laut
(Penjelasan Pasal 48 ayat (2) PP 27/2012).
PP 27/2012 merupakan pengganti PP 27
Tahun 1999 Tentang Amdal dengan penambahan berbagai pengaturan dan ketentuan
perihal izin lingkungan. Ada dua prinsip dalam upaya penyusunan PP Izin
Lingkungan ini, yaitu lebih sederhana yang tidak menciptakan proses birokrasi
baru dan implementatif. Balthasar Kambuaya menambahkan, “PP 27/2012 ini juga
mengamanatkan proses penilaian amdal yang lebih cepat, yaitu 125 hari dari 180
hari. Dengan begitu akan terjadi efisiensi sumber daya, baik waktu, biaya dan
tenaga, yang tentunya tanpa mengurangi kualitasnya.” Langkah maju ini adalah
pengaturan
bahwa total jangka waktu penilaian
amdal sejak diterimanya dokumen amdal dalam status telah lengkap secara
administrasi adalah sekitar 125 hari kerja, tidak termasuk lama waktu perbaikan
dokumen. Jangka waktu 125 hari kerja tersebut adalah langkah maju karena di PP
27 Tahun 1999, total jangka waktu penilaian amdal adalah sekitar 180 hari
kerja.Salah satu hal yang juga penting dalam PP ini adalah semakin besarnya
ruang bagi keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat terkena dampak dalam
hal penentuan keputusan mengenai layak tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut. Permohonan izin lingkungan dan penerbitan izin lingkungan harus
diumumkan 3 kali dalam tahap perencanaan (sebelumnya dalam PP
27/1999hanya mewajibkan satu kali pengumuman saja yaitu pada tahap sebelum
menyusun kerangka acuan (KA) Andal). Dengan begitu, masyarakat akan mampu
berpartisipasi aktif dan memberikan saran atas setiap rencana usaha dan/atau
kegiatan di daerahnya.
Hal positif lainnya dalam PP 27
Tahun 2012 ini adalah dengan diberikannya pengaturan yang tegas, bahwa PNS di
instansi lingkungan hidup, dilarang menyusun amdal maupun UKL-UPL. Ketentuan
ini dirancang sebagai upaya untuk menjaga akuntabilitas amdal maupun UKL-UPL
sebagai kajian ilmiah yang harus bersih dari segala bentuk intervensi
kepentingan kelompok atau golongan. Pada akhir pernyataannya, Menteri Negara
Lingkungan Hidup mengatakan,”PP ini akan mengubah secara dramatis tatanan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Akan terjadi perubahan mindset
dari seluruh pemangku kepentingan.” Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 Tentang Izin Lingkungan, Lebih Cepat, Lebih Tegas dan Aspiratif melibatkan
banyak pihak.
PERATURAN
PEMERINTAH PELAKSANAAN PP IZIN LINGKUNGAN
No
|
Pasal
|
Bunyi Pasal
|
1
|
Pasal 6
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dokumen
Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatur dengan Peraturan Menteri.
|
2
|
Pasal 9
|
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan
masyarakat dalam penyusunan Amdal diatur dengan Peraturan Menteri.
|
3
|
Pasal 10
|
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan untuk mendirikan lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.
|
4
|
Pasal 13
|
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian untuk
Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur
dengan Peraturan Menteri.
|
5
|
Pasal 16
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan UKL-UPL
diatur dengan Peraturan Menteri.
|
6
|
Pasal 26
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Kerangka
Acuan diatur dengan Peraturan Menteri.
|
7
|
Pasal 35
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian Andal
dan RKL-RPL diatur dengan Peraturan Menteri.
|
8
|
Pasal 50
|
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria perubahan
Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara
perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup, perubahan
Rekomendasi UKL-UPL, dan penerbitan perubahan Izin Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan
Menteri.
|
9
|
Pasal 52
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Izin
Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 51
diatur dengan Peraturan Menteri.
|
10
|
Pasal 58
|
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
|
11
|
Pasal 67
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan
evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 sampai dengan
Pasal 66 diatur dengan Peraturan Menteri.
|
2.
AMDAL ( Analisis dampak mengenai lingkungan )
Analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama kali dicetuskan berdasarkan atas
ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat
pasal 16 tersebut diundangkan pada tanggal 5 Juni 1986 suatu Peraturan
Pemerintah No.29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL).Peraturan pemerintah (PP) No.29/ 1986 tersebut berlaku pada tanggal 5
Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah di tetapkan.
Hal tersbut diperlukan karena masih perlu
waktu untuk menyusun kriteria dampak terhadap lingkungan sosial mengingat
definisi lingkungan yang menganut paham holistik yaitu tidak saja mengenai
lingkungan fissik/kimia saja namun meliputi pula lingkungan sosial.
Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut dalam deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986 diganti dengan PP No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara untuk mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir penetapan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan demikian tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL). Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL , RKL, dan RPL di buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat diperpendek. Dalam perubahan tersebut di introdusir pula pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) ditetapkan oleh Menteri Sektoral yang berdasarkan format yang di tentukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Demikian pula wewenang menyusun AMDAL disederhanakan dan dihapuskannya dewan kualifikasi dan ujian negara.
Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut dalam deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986 diganti dengan PP No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara untuk mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir penetapan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan demikian tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL). Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL , RKL, dan RPL di buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat diperpendek. Dalam perubahan tersebut di introdusir pula pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) ditetapkan oleh Menteri Sektoral yang berdasarkan format yang di tentukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Demikian pula wewenang menyusun AMDAL disederhanakan dan dihapuskannya dewan kualifikasi dan ujian negara.
Dengan
ditetapkannya Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPLH), maka PP No.51/1993 perlu diganti dengan PP No.27/1999 yang di
undangkan pada tanggal 7 Mei 1999, yang efektif berlaku 18 bulan kemudian.
Perubahan besar yang terdapat dalam PP No.27 / 19999 adalah di hapuskannya
semua Komisi AMDAL Pusat dan diganti dengan satu Komisi Penilai Pusat
yang ada di Bapedal. Didaerah yaitu provinsi mempunyai Komisi Penilai Daerah.
Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang
boleh menolak permohohan ijin yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal
yang lebih di tekankan dalam PP No.27/1999 adalah keterbukaan informasi dan
masyarakat. Implementasi AMDAL sangat perlu di sosialisasikan tidak hanya
kepada masyarakat namu perlu juga pada para calon investor agar dapat
mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena semua tahu bahwa proses
pembangunan di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
ekonomi, sosial dan budaya.
Keputusan
tidak layak lingkungan harus diikuti oleh instansi yang berwenang menerbitkan
ijin usaha. Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan ijin usaha tidak
mengikuti keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang berwenang tersebut
dapat menjadi obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah saatnya sistem
hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada masyarakat umum ,
tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak melaksanakan perintah
Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi pidana. Prosedur
penyusunan AMDAL
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi
dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
Dokumen
AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara
berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pendekatan Studi AMDAL
Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan
Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator pelaksana) harus bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota penyusun lainnya adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan bidang kegiatan yang di studi.
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pendekatan Studi AMDAL
Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan
Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator pelaksana) harus bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota penyusun lainnya adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan bidang kegiatan yang di studi.
Peran serta
masyarakat
Semua
kegiatan dan /atau usaha yang wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib mengumumkan
terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL. Yaitu
pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08 tahun 2000 tentang Keterlibatan masyarakat
dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Dalam jangka waktu 30 hari sejak
diumumkan , masyarakat berhak memberikan saran, pendapat dan tanggapan. Dalam
proses pembuatan AMDAL peran masyarakat tetap diperlukan . Dengan
dipertimbangkannya dan dikajinya saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dalam
studi AMDAL. Pada proses penilaian AMDAL dalam KOMISI PENILAI AMDAL maka
saran, pendapat dan tanggapan masyarakat akan menjadi dasar pertimbangan
penetapan kelayakan lingkungan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
PENILAIAN
DOKUMEN AMDAL
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh Komisi Penilaian AMDAL Pusat yang berkedudukan di BAPEDAL untuk menilai dokumen AMDAL dari usaha dan/atau kegiatan yang bersifat trategis, lokasinya melebihi satu propinsi, berada di wilayah sengketa, berada di ruang lautan, dan/ atau lokasinya dilintas batas negara RI dengan negara lain.
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan untuk beberapa dokumen dan meliputi penilaian terhadap kelengkapan administrasi dan isi dokumen. Dokumen yang di nilai adalah meliputi:
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh Komisi Penilaian AMDAL Pusat yang berkedudukan di BAPEDAL untuk menilai dokumen AMDAL dari usaha dan/atau kegiatan yang bersifat trategis, lokasinya melebihi satu propinsi, berada di wilayah sengketa, berada di ruang lautan, dan/ atau lokasinya dilintas batas negara RI dengan negara lain.
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan untuk beberapa dokumen dan meliputi penilaian terhadap kelengkapan administrasi dan isi dokumen. Dokumen yang di nilai adalah meliputi:
1.Penilaian
dokumen Kerangka Acuan (KA)
2.Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, yang terdiri dari: a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Pelaksanaan studi
e.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, meliputi:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Rencana usaha dan /atau kegiatan
e.Rona lingkungan awal
f.Prakiraan dampak penting
g.Evaluasi dampak penting
h.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), meliputi:
1.Lingkup RKL
2.Pendekatan RKL
3.Kedalaman RKL
4.Rencana pelaksanaan RKL
5.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), meliputi:
1.Lingkup RPL
2.Pendekatan RPL
3.Rencana pelaksanaan RPL
4.Daftar pustaka dan lampiran.
KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
(AMDAL) KABUPATEN/ KOTA.
Komisi tersebut di bentuk oleh Bupati/ Walikota. Tugas komisi penilai adalah menilai KA, ANDAL, RKL, dan RPL. Dalam melaksanakan tugasnya komisi penilai dibantu oleh tim teknis komisi penilai dan sekretaris komisi penilai.
Susunan keanggotaan komisi penilai terdiri dari ketua biasanya dijabat oleh Ketua Dapedalda Kabupaten/Kota, sekretaris yang dijabat oleh salah seorang pejabat yang menangani masalah AMDAL. Sedangkan anggotanya terdiri dari wakil Bapeda, instansi yang bertugas mengendalikan dampak lingkungan, instasi bidang penanaman modal, instansi bidang pertanahan, instansi bidang pertahanan, instansi bidang kesehatan, instansi yang terkait dengan lingkungan kegiatan, dan anggota lain yang di anggap perlu.
Secara garis besar komisi penilai AMDAL dapat terdiri dari unsur-unsur (1) unsur pemerintah;(2) wakil masyarakat terkena dampak; (3) perguruan tinggi; (4) Pakar dan (5) organisasi lingkungan.
Ada semacam kerancuan dalam kebijakan AMDAL dimana dokumen tersebut ditempatkan sebagai sebuah studi kelayakan ilmiah di bidang lingkungan hidup yang menjadi alat bantu bagi pengambilan keputusan dalam pembangunan. Namun demikian komisi penilai yang bertugas menilai AMDAL beranggotakan mayoritas wakil dari instansi pemerintah yang mencermikan heavy bureaucracy , dan wakil-wakil yang melakukan advokasi . Dari komposisi yang ada dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut (1) keputusan kelayakan lingkungan di dominasi oleh suara suara yang didasarkan pada kepentingan birokrasi; (2).wakil masyarakat maupun LSM sebagai kekuatan counter balance dapat dengan mudah terkooptasi (captured or coopted) karena berbagai faktor;
(3) keputusan cukup sulit untuk dicapai karena yang mendominasi adalah bukan pertimbangan ilmiah obyektif akan tetapi kepentingan pemerintah atau kepentingan masyarakat/ LSM secara sepihak .
Sebagai seorang pengusaha atau investor , kemana dia harus berkonsultasi jika mereka akan melaksanakan studi AMDAL ?. Sebaiknya konsultasi dapat dilakukan di 3 (tiga) komisi penilai AMDAL, yaitu:
1. Komisi Penilai AMDAL Pusat
2. Komisi Penilai AMDAL Propinsi
3. Komisi AMDAL Kabupaten/ Kota. Tergantung dari jenis rencana kegiatan yang akan di studi AMDAL nya.
2.Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, yang terdiri dari: a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Pelaksanaan studi
e.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, meliputi:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Rencana usaha dan /atau kegiatan
e.Rona lingkungan awal
f.Prakiraan dampak penting
g.Evaluasi dampak penting
h.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), meliputi:
1.Lingkup RKL
2.Pendekatan RKL
3.Kedalaman RKL
4.Rencana pelaksanaan RKL
5.Daftar pustaka dan lampiran
Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), meliputi:
1.Lingkup RPL
2.Pendekatan RPL
3.Rencana pelaksanaan RPL
4.Daftar pustaka dan lampiran.
KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
(AMDAL) KABUPATEN/ KOTA.
Komisi tersebut di bentuk oleh Bupati/ Walikota. Tugas komisi penilai adalah menilai KA, ANDAL, RKL, dan RPL. Dalam melaksanakan tugasnya komisi penilai dibantu oleh tim teknis komisi penilai dan sekretaris komisi penilai.
Susunan keanggotaan komisi penilai terdiri dari ketua biasanya dijabat oleh Ketua Dapedalda Kabupaten/Kota, sekretaris yang dijabat oleh salah seorang pejabat yang menangani masalah AMDAL. Sedangkan anggotanya terdiri dari wakil Bapeda, instansi yang bertugas mengendalikan dampak lingkungan, instasi bidang penanaman modal, instansi bidang pertanahan, instansi bidang pertahanan, instansi bidang kesehatan, instansi yang terkait dengan lingkungan kegiatan, dan anggota lain yang di anggap perlu.
Secara garis besar komisi penilai AMDAL dapat terdiri dari unsur-unsur (1) unsur pemerintah;(2) wakil masyarakat terkena dampak; (3) perguruan tinggi; (4) Pakar dan (5) organisasi lingkungan.
Ada semacam kerancuan dalam kebijakan AMDAL dimana dokumen tersebut ditempatkan sebagai sebuah studi kelayakan ilmiah di bidang lingkungan hidup yang menjadi alat bantu bagi pengambilan keputusan dalam pembangunan. Namun demikian komisi penilai yang bertugas menilai AMDAL beranggotakan mayoritas wakil dari instansi pemerintah yang mencermikan heavy bureaucracy , dan wakil-wakil yang melakukan advokasi . Dari komposisi yang ada dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut (1) keputusan kelayakan lingkungan di dominasi oleh suara suara yang didasarkan pada kepentingan birokrasi; (2).wakil masyarakat maupun LSM sebagai kekuatan counter balance dapat dengan mudah terkooptasi (captured or coopted) karena berbagai faktor;
(3) keputusan cukup sulit untuk dicapai karena yang mendominasi adalah bukan pertimbangan ilmiah obyektif akan tetapi kepentingan pemerintah atau kepentingan masyarakat/ LSM secara sepihak .
Sebagai seorang pengusaha atau investor , kemana dia harus berkonsultasi jika mereka akan melaksanakan studi AMDAL ?. Sebaiknya konsultasi dapat dilakukan di 3 (tiga) komisi penilai AMDAL, yaitu:
1. Komisi Penilai AMDAL Pusat
2. Komisi Penilai AMDAL Propinsi
3. Komisi AMDAL Kabupaten/ Kota. Tergantung dari jenis rencana kegiatan yang akan di studi AMDAL nya.
EVALUASI PROSES PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Proses dan prosedur penilaian AMDAL secara umum cukup baik yang ditandai dengan singkatnya waktu penilaian , memang waktu penilaian sangat tergantung dari kualitas KA dan dokumen AMDAL nya sendiri.
Kemampuan teknis dan obyektifitas dari penilaian
Anggota komisi penilai yang telah memiliki sertifikat kursus AMDAL A, B, dan C cukup baik secara teknis dan obyektif, lebih profesional serta anggota penilai yang pernah melakukan penyusunan AMDAL walaupun jumlahnya relatif tidak banyak. Anggota komisi penilai yang berasal dari institusi sektoral atau dari pemerintah daerah (bukan dari tim penilai tetap) sering belum banyak menguasai mengenai AMDAL. Penilaian oleh LSM dan wakil dari masyarakat kadang-kadang kurang obyektif. Tim teknis yang ikut duduk di dalam komisi penilai perlu lebih memahami peran bidangnya dalam AMDAL.
Evaluasi keterlibatan masyarakat.
Usaha melibatkan masyarakat dalam penilaian AMDAL cukup memadai dengan dilibatkannya LSM lokal dan Pemerintah daerah (Bappeda), dan tokoh masyarakat.
AMDAL DAN
EKONOMI KERAKYATAN
Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan, maka akan didapatkan hasil yang optimal dan akan berpengaruh terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa demikian? Dalam masa otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah menganut paradigma baru , antara lain:
1. Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari sistem penyangga kehidupan masyarakat, seterusnya masyarakat merupakan sumber daya pembangunan bagi daerah.
2. Kesejahteraan masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah.
Dengan demikian maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas pemerintah daerah seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut dibawah ini:
1. Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan kewajiban
2. Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3. Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan
4. Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara konsisten.
5. Pemda memberikan jaminan kepastian usaha
6. Pemda menetapkan sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan sumberdaya pendapatan
KEBERHASILAN IMPLEMENTASI AMDAL DI DAERAH.
Sebagai syarat keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah:
1.Melaksanakan peraturan/ perundang-undangan yang ada
Contoh:
Sebelum pembuatan dokumen AMDAL pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan Kepala Bapedal 8 tahun/ 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yaitu harus melaksanakan konsultasi masyarakat sebelum pembuatan KA. Apabila konsultasi masyarakat berjalan dengan baik dan lancar, maka pelaksanaan AMDAL serta implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik dan lancar pula. Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan fisik/ kimia, sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga masyarakat terbebas dari dampak negatip dari kegiatan dan masyarakat akan sehat serta perekonomian akan bangkit.
2.Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu.
Apabila implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL akan baik pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan meminimalkan dampak negatip dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan meningkatkan status kesehatan, penghasilan masyarakat meningkat dan masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak industri dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu terbebas dari tuntutan hukum ( karena tidak mencemari lingkungan ) dan terbebas pula dari tuntutan masyarakat ( karena masyarakat merasa tidak dirugikan ). Hal tersebut akan lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat di sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.
Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan, maka akan didapatkan hasil yang optimal dan akan berpengaruh terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa demikian? Dalam masa otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah menganut paradigma baru , antara lain:
1. Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari sistem penyangga kehidupan masyarakat, seterusnya masyarakat merupakan sumber daya pembangunan bagi daerah.
2. Kesejahteraan masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah.
Dengan demikian maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas pemerintah daerah seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut dibawah ini:
1. Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan kewajiban
2. Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3. Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan
4. Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara konsisten.
5. Pemda memberikan jaminan kepastian usaha
6. Pemda menetapkan sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan sumberdaya pendapatan
KEBERHASILAN IMPLEMENTASI AMDAL DI DAERAH.
Sebagai syarat keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah:
1.Melaksanakan peraturan/ perundang-undangan yang ada
Contoh:
Sebelum pembuatan dokumen AMDAL pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan Kepala Bapedal 8 tahun/ 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yaitu harus melaksanakan konsultasi masyarakat sebelum pembuatan KA. Apabila konsultasi masyarakat berjalan dengan baik dan lancar, maka pelaksanaan AMDAL serta implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik dan lancar pula. Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan fisik/ kimia, sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga masyarakat terbebas dari dampak negatip dari kegiatan dan masyarakat akan sehat serta perekonomian akan bangkit.
2.Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu.
Apabila implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL akan baik pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan meminimalkan dampak negatip dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan meningkatkan status kesehatan, penghasilan masyarakat meningkat dan masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak industri dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu terbebas dari tuntutan hukum ( karena tidak mencemari lingkungan ) dan terbebas pula dari tuntutan masyarakat ( karena masyarakat merasa tidak dirugikan ). Hal tersebut akan lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat di sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.
1.
Analisis hasil survei
terhadap dampak lingkungan
Pengamatan:
lingkungan sekitar Central Park dan Apartement Mediterania
Berdasarkan
survey yang kami lakukan terhadap warga setempat ternyata sebelum adanya central
park dan apartement, lingkungan mereka tidak mengalami banjir. Banjir
disebabkan posisi central park dan apartement jauh lebih tinggi dibandingan
dengan lingkungan warga sehingga lingkungan warga lebih rendah. Ketika hujan
aliran air justru mengarah ke rumah warga yang berada di samping atau di
belakang bangunan tersebut. Banyak warga setempat yang mengutarakan
kekeluhannya akibat dampak lingkungan tersebut diantaranya banjir dan
berkurangnya jumlah pasokan air. Sebelum adanya bangunan tersebut lingkungan
sekitar dipenuhi dengan kesejukan tanaman pohon-pohonan sehingga adanya resapan
air yg dapat menampung banjir.setelah bangunan tersebut didirikan resapan air
justru berkurang karena pohon-pohon disekitarnya di potong habis untuk menjadi
lahan bangunan.
Solusi terhadap
permasalahan menurut kelompok kami adalah: harus dibuatkan resapan air yang
lebih banyak lagi agar tidak banjir dan lahan-lahan yang masih kosong untuk
tidak didirikan bangunan. Merubah letak bangunan tidak mungkin terjadi, tetapi
harus di lakukan sosialisasi terhadap warga setempat. Letak permasalahanya
sebenarnya ketika bangunan itu belum didirikan, pihak pengembang harus
betul-betul mengetahui kontur tanah seperti apa dan warga setempat harus diajak
dialog mengenai hal ini ternyata tidak ada.
Kesimpulannya
adalah akibat dampak didirikan central park dan apartement warga sekitar
mengalami banjir yg disebabkan kontur tanah warga menjadi rendah sedangkan
kontur tanah bangunan tersebut lebih tinggi dan aliran air ketika hujan justru
mengarah ke lingkungan warga padahal drainase disekitarnya kecil yang tidak
dapat menampung air banjir dan dapat meluap seketika.
2.
Analisis hasil survei
terhadap dampak lingkungan
Pengamatan: lingkungan sekitar Central Park dan
Apartement Mediterania jalan letjen s.parman kav.28 kelurahan tanjung duren
kode pos 11470 kecamatan grogol petamburan kotamadya, Jakarta barat
Berdasarkan
survey yang kami lakukan terhadap warga setempat ternyata sebelum adanya
central park dan apartement, lingkungan mereka tidak mengalami banjir. Banjir
disebabkan posisi central park dan apartement jauh lebih tinggi dibandingan
dengan lingkungan warga sehingga lingkungan warga lebih rendah. Ketika hujan
aliran air justru mengarah ke rumah warga yang berada di samping atau di belakang
bangunan tersebut. Banyak warga setempat yang mengutarakan kekeluhannya akibat
dampak lingkungan tersebut diantaranya banjir dan berkurangnya jumlah pasokan
air.Sebelum adanya bangunan tersebut lingkungan sekitar dipenuhi dengan
kesejukan tanaman pohon-pohonan sehingga adanya resapan air yg dapat menampung
banjir.setelah bangunan tersebut didirikan resapan air justru berkurang karena
pohon-pohon disekitarnya di potong habis untuk menjadi lahan bangunan.
Solusi terhadap
permasalahan menurut kelompok kami adalah: harus dibuatkan resapan air yang
lebih banyak lagi agar tidak banjir dan lahan-lahan yang masih kosong untuk
tidak didirikan bangunan. Merubah letak bangunan tidak mungkin terjadi, tetapi
harus di lakukan sosialisasi terhadap warga setempat. Letak permasalahanya
sebenarnya ketika bangunan itu belum didirikan, pihak pengembang harus
betul-betul mengetahui kontur tanah seperti apa dan warga setempat harus diajak
dialog mengenai hal ini ternyata tidak ada.
Kesimpulannya
adalah akibat dampak didirikan central park dan apartement warga sekitar
mengalami banjir yg disebabkan kontur tanah warga menjadi rendah sedangkan
kontur tanah bangunan tersebut lebih tinggi dan aliran air ketika hujan justru
mengarah ke lingkungan warga padahal drainase disekitarnya kecil yang tidak
dapat menampung air banjir dan dapat meluap seketika.
goruntulu show
ReplyDeleteücretli
6WD34
https://titandijital.com.tr/
ReplyDeleteşırnak parça eşya taşıma
karabük parça eşya taşıma
yozgat parça eşya taşıma
samsun parça eşya taşıma
66GJ